Rabu, 13 Juli 2011

Syekh Nurhasan Al Ubaidah

Dalam sejarah perkembangan Islam di Indonesia kita mengenal beberapa aliran islam mainstream dan non-mainstream. Meski sudah sejak era Wali Songo islam mulai tersohor di bumi nusantara, namun ternyata kekuatan gerak islamiyah lebih menyolok di era pasca kemerdekaan Republik Indonesia. Hal ini ditandai oleh munculnya beberapa harokah islamiyah garis keras, yang menginginkan syariat islam ditegakkan di Indonesia dan menolak mentah-mentah hukum positif warisan Belanda. Pergerakan ini tidak dilakukan oleh 2 (dua) aliran islam mainsteam yang ada, melainkan oleh kelompok-kelompok islam radikal semisal DI/TII, NII, dan kelompok Warman. Di bumi nusantara bagian timur terkenal dipimpin oleh Kahar Muzakkar, dan di barat dipimpin oleh SM. Kartosoewiryo. Dari pemaparan beberapa pelaku sejarah “Perang Janur Kuning Jogjakarta”, nama Kahar Muzakkar pun ikut disebut-sebut sebagai salah satu pemimpin perebutan kemerdekaan terhadap agresi Belanda di Sulawesi. Artinya, seorang Kahar Muzakkar yang pada akhirnya dianggap sebagai pemberontak pun sebenarnya memiliki andil terhadap bangsa ini dalam merebut kemerdekaan. Namun setelah bangsa ini berangsur-angsur lepas dari penjajahan, seiring itu pulalah terjadi konflik internal untuk mendaulat republik ini agar bersyariat islam, atau dengan kata lain beberapa pihak terang-terangan ingin menjadikan status negara ini sebagai salah satu negara Islam di dunia. Dalam perjalanannya sangat disayangkan, kelompok-kelompok radikal ini menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan. Salah satunya adalah menghalalkan mengambil harta benda milik rakyat Indonesia sendiri. Sehingga bisa dibayangkan seperti apa isi pikiran rakyat Indonesia pada waktu itu: “keluar dari mulut harimau, masuk ke mulut buaya?”. Wallahu a’lam. Padahal kala itu juga pemerintah Indonesia masih dipusingkan oleh agresi kedua Belanda tahun 1949, dan konflik kepentingan antara presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno, dengan salah satu tokoh pergerakan kemerdekaan, Tan Malaka. Singkat cerita, pada pertengahan era orde baru, ketegangan demi ketegangan memuncak, dimana friksi-friksi yang terjadi antara pemerintah kala itu dengan beberapa kelompok islam radikal ini akhirnya menyebabkan hampir seluruh organisasi berbasis islam di indonesia otomatis dianggap oposan pemerintah. Walhasil, kelompok-kelompok islam kecil lah yang banyak menerima imbas buruknya dari pertikaian gerakan-gerakan islam dengan pihak otoritas pada waktu itu dibanding kelompok-kelompok islam yang telah memiliki nama besar. Diantara kelompok-kelompok dakwah islam yang masih kecil pada waktu itu adalah Darul Hadits dengan beberapa kembangannya semisal YCI (Yayasan Citra Islam), KSPI (Keluarga Studi Pemuda Islam), KADIM (Karyawan Dakwah Islam), dan ASPI (Aspirasi Pemuda Islam). Darul Hadits sendiri merupakan suatu kelompok pengajian Qur’an-Hadits yang dipimpin oleh seorang ulama muda lulusan ma’had Darul Hadits di Mekkah Al-Mukarramah, Nurhasan Al-Ubaidah bin Abdul ‘Aziiz (1908-1982). Konon kelompok pengajian ini sangat peduli terhadap tauhid, akhlak, akidah, dan pemurnian tata laksana peribadatan ummat islam kala itu yang masih banyak dianggap menyimpang dari sumbernya: Qur’an dan Hadits (as-Sunnah). Ditinjau dari sisi manapun, melalui perjalanan panjang sejarah tandzim dakwah islamiyah ini, Darul Hadits eksis bertujuan untuk membetulkan seluruh sendi pengamalan ibadah rakyat Indonesia yang masih banyak menyimpang dari Qur’an dan Hadits, tanpa perlu melakukan konfrontasi dengan pihak otoritas, orde lama, maupun orde baru. Tidak seperti tudingan orang-orang yang tidak mengerti sejarah esensi perjuangan amar ma’ruf nahi munkar-nya, mereka menuding bahwa Syeikh Nurhasan Al-Ubaidah rahimahullah ingin mendirikan ‘negara dalam negara’. Tapi sampai hari wafatnya, hal tesebut bahkan sama sekali tidak terbukti. Kaidah keislaman para muslimin di Indonesia pada waktu itu dinilai masih banyak terikat dengan kelakuan-kelakuan peribadatan yang sebenarnya bertentangan dengan aturan-aturan Allah dan Rasul shallallahu ‘alaihi wassalaam dengan pemaparan dalil-dalil syar’i olehnya. Era ini disebut-sebut sebagai era “Babat Alas” [1]. Suatu masa dimana perjalanan amar ma’ruf nahi munkar Syeikh Nurhasan Al-Ubaidah kepada sanak famili, teman-teman, dan sejawat-sejawat ulama dilalui dengan berbagai rintangan fisik maupun metafisik, sebagai hasil dari metode amar ma’ruf nahi munkar-nya yang dikenal keras. Beliau berpesan kepada para santrinya bahwa terkadang amar ma’ruf nahi munkar itu memerlukan sikap yang tegas. Beliau pun sangat bertanggung jawab terhadap reaksi masyarakat atas metode-nya itu, dan memberi gambaran metode “babat alas” tersebut seperti ini: “gambarannya seperti ada orang yang tertidur di bantalan rel kereta api, sudah berkali-kali diperingatkan / diteriaki bahwa ada kereta yang akan lewat, ia malah terlelap tidur. Akhirnya si orang tidur tadi dibangunkan dengan cara paksa, yakni dengan diseret ke tepi agar ia selamat. Meski pada awalnya orang yang tertidur tadi marah-marah karena diseret paksa, namun bilamana ia sadar bahwa justru ia diselamatkan hidupnya, insya Allah ia akan berterima kasih”. Sering kali syeikh memberi motivasi kepada para santrinya yang menemui banyak rintangan dan cobaan atas ‘hasil jerih payah’-nya beramar ma’ruf nahi munkar dengan beberapa gandangan (bahasa Jawa: senandung) yang salah satunya adalah gandangan “kembang turi”. Isinya kurang lebih begini: “kembang turi lak melok-melok, sego wadang sisane sore, ora peduli wong alok-alok, sandang pangan lak golek dewe”. Intisarinya adalah: jangan jatuh mental dalam beramar ma’ruf nahi munkar, jangan pedulikan orang lain yang mengolok-olok, toh urusan sandang dan pangan kita mencari sendiri, dan tidak meminta-minta kepada mereka yang mengolok-olok. Meski terkesan remeh, namun gandangan seperti ini merupakan warisan tradisi kejenakaan yang cerdas ala kyai-kyai tradisional tanah Jawa dalam berkelakar namun memiliki arti dan filosofi yang sangat dalam. Semisal teka-teki longan (bahasa Jawa: kolong meja atau kolong tempat tidur). “Apakah longan itu tetap ada jika meja atau tempat tidur dipindahkan? Jadi, apakah longan itu benar-benar ada?”. Atau semisal KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang pernah berkelakar pada acara pembukaan website Akbar Tandjung: “Kenapa setiap orang berpidato selalu menyatakan: Mari kita panjatkan syukur? Memangnya (si) Syukur nggak bisa manjat sendiri?” (Fachry Ali, Gatra, Mei 2008). Meski dijuluki mustadid (orang yang luar biasa) oleh sejawat-sejawat ulama, Syeikh Nurhasan Al-Ubaidah rahimahullah bukanlah termasuk orang yang jummud (kaku), terkadang syeikh menghibur santri-santrinya sebagaimana cerita yang berkembang seperti; pernah suatu ketika dalam membangunkan santri-santrinya untuk sholatul lail atau sholat malam (tahajjud), syeikh tidak segan-segan berjoget menghibur santri-santrinya yang masih terkantuk-kantuk dengan sapu ijuk, yang syeikh gambarkan sebagaimana kuda lumping. Dari hal itulah tersirat, syeikh mencontohkan kepada santri-santrinya, bahwa dalam suasana apapun orang-orang yang menegakkan hujjatullah harus tetap gembira dan ceria, mesti dalam kondisi yang membencikan, atau dalam kondisi sedang mendapat cobaan sekalipun dari Allah Ta’ala. Sebagaimana anggota pramuka yang selalu menghibur dirinya di kala apapun: “buat apa susah? buat apa susah? susah itu tak ada gunanya”. Masih teringat dari beberapa saksi sejarah perjalanan era “babat alas” semisal Al-Hafidz Syeikh Su’udi Ridwan rahimahullah, maupun Syeikhul Hadits Kasmudi As-Shiddiqqy bercerita bahwa seringkali Syeikh Nurhasan Al-Ubaidah menerima banyak ‘bingkisan’ dari orang-orang, bahkan ulama-ulama tradisional yg tidak sepaham dengannya berupa teluh, santet, dan benda-benda ‘terbang’ aneh lainnya yang tidak bisa diterima oleh akal sehat manusia modern. Semua itu Beliau hadapi dengan sabar, tawakkal, serta yang paling penting adalah doa. Tentang doa kepada Allah Ta’ala, dari penuturan Syeikh Nur Asnawi rahimahullah, salah satu rekan menuntut ilmunya di Mekkah-Medinah dulu, menceritakan bahwa syeikh sangat yakin akan doanya kepada Allah Ta’ala. Pernah suatu ketika di Mekkah, ada seorang temannya kelaparan tidak punya beras (makanan) untuk dimasak, akhirnya Syeikh Nurhasan Al-Ubaidah berdoa agar Allah Ta’ala memberikan beras yang bisa untuk dimasak saat itu juga. Walhasil, doanya maqbul. Allah Ta’ala mengabulkan permintaannya!. Bagi kita yang awam memang agak sulit menerima cerita-cerita ‘tidak masuk akal’ semacam ini. Namun kenyataannya memang demikian, apalagi cerita ini diperoleh dari saksi hidup kala itu, Syeikh Nur Asnawi rahimahullah. Bahkan salah satu santrinya yang saat ini telah menjadi salah satu ulama di Pondok Pesantren Kertosono, Ustadz Ubaid Khairi, pernah punya pengalaman spiritual yang sama seperti Syeikh Nurhasan Al-Ubaidah, yakni langsung dikabulkan doanya semasa ia dan keluarga sedang menghadapi kesulitan ekonomi. “Setelah bermunajat di dalam bis kota yang mangantar saya dan anak istri pulang ke rumah. Allah langsung memberi saya uang tunai. Bahkan saya dan keluarga bisa mempergunakan uang itu untuk keperluan sehari-hari selama kurang lebih 2 (dua) bulan…”, tuturnya tatkala ia didapuk (bahasa Jawa: dinobatkan) sebagai salah satu penyampai materi pada camping Cinta Alam Indonesia di Cikole, Bandung, beberapa tahun silam. Cerita yang sama, di zaman yang berbeda. Believe it or not. Pada akhirnya sebagai manusia biasa, Syeikh Nurhasan Al-Ubaidah rahimahullah dipanggil menghadap Yang Maha Kuasa pada Februari 1982 dan dimakamkan di pemakaman keluarga, Marga Kaya, Karawang, Jawa Barat. Namun demikian warisan semangatnya untuk menegakkan kalimatullah di negeri ini, agar Allah dan Rasul shallallahu ‘alaihi wassalaam tidak didustakan oleh setiap manusia, tetap ada dalam diri sanubari masing-masing generasi penerus pejuang agama yang secara ilmu-pun masih terlampau jauh ketimbang Beliau, yang diberi julukan mustadid (orang yang luar biasa). Luar biasa, karena Beliau al-Hafidz, menguasai bacaan Qiraatus-Sab’ah, mufassir yang mumpuni, menguasai Mustholah Hadits, menguasai ilmu alat, mengerti taraf ilmu dari terminologi wajib, sunnah, makruh, mubah, menguasai ilmu dari 49 perowi hadits beserta sanad-nya yang muttashil sampai Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalaam, gemar bekerja keras, tidak pernah takut dengan kondisi kehidupan apapun kecuali hanya takut kepada Allah Ta’ala, seorang hamba yang sangat percaya qodarullah dan nashrun minallah, ahli dalam berdoa, ulama yang dicintai santri-santrinya sekaligus dibenci oleh orang-orang yang belum bisa menerima al-Haqq ini secara utuh dan murni, dan lain-lain. Namun jangan lupa satu hal, semua izzah itu didapatkannya atas dasar usaha, kerja keras, dan kecintaannya terhadap al-Haqq, tidak didapatkannya dengan cara santai, bersenda gurau, main-main (lahan), atau dengan istirahatnya badan. Beliau menimba ilmu agama ini sekitar 10 tahun di Mekkah-Medinah, dimulai pada tahun 1930-an sampai tahun 1941. Syeikh Nurhasan Al-Ubaidah tetaplah seorang hamba Allah Ta’ala yang memiliki kekurangan. Namun kebajikan kebajikannya-lah yang mesti diambil sebagai manfaat agar berkah Allah Ta’ala tetap atas kita semua. “khoirun naasi man yanfa’uhum lin naas”, “sebaik-baiknya manusia adalah yang banyak memberi manfaat kepada manusia lainnya”. Tahun berganti, zaman pun berubah. Dimana manhaj (metode dakwah) Darul Hadits yang pertama kali datang pada tahun 1941 di Indonesia, justru saat ini telah banyak orang dan kelompok dakwah yang mengadopsinya. Diakui atau tidak, dari beberapa ulasan dan website islam yang mudah ditelusuri, banyak individu-individu dan ulama-ulama zaman ini yang pada akhirnya secara jujur maupun tidak, mengerti bahwa pergerakan dakwah islamiyah mereka mempunyai kemiripan dengan apa yang dulu digerakkan oleh Syeikh Nurhasan Al-Ubaidah sejak tahun 1941 di Indonesia, yaitu merujuk pada tata cara ibadah ummat islam yang hakiki, yang wajib, yang menurut sumber aslinya: Qur’an dan Hadits, tanpa harus tercampur aduk dengan adat istiadat warisan ummat Hindu-Buddha atau Animisme-Dinamisme di Indonesia, yang justru bisa menjadikan agama islam ini semakin jauh dari kemurniannya. Padahal jelas dalam Al-Qur’an, Allah Ta’ala memerintahkan agar kita selalu memurnikan agamanya… “mukhlishiina lahud diin” Dalam salah satu buku terbitan Madani Institute, manhaj yang berasal dari Jazirah Arab dan diwariskan oleh Syeikh Nurhasan Al-Ubaidah rahimahullah ini, dimasukkan ke dalam konteks pergerakan salafiyyah (salafism). Yaitu pergerakan islam yang menomorsatukan pemurnian islam, yang sebagaimana Rasullullah shallallahu ‘alaihi wassalaam dan sahabat-sahabatnya contohkan, sebelum akhirnya islam sendiri terpecah belah. Dengan kata lain, manhaj yang merujuk pada tata cara ibadah dari 3 generasi awal datangnya islam. Apakah manhaj yang diadopsi oleh Darul Hadits ini disebut ahlussunnah wal jamaah, salafiyyah, atau wahhabiyyah, bukan merupakan issue yang substansial. Sebab sebagaimana kutipan nasehat Syeikh Utsaimin rahimahullah, “siapapun bisa menyandang gelar salafiyyun atau ahlussunnah wal jamaah, namun yang penting adalah esensinya ibadahnya”. Tapi lucunya, kabarnya Darul Hadits dulu sempat diberi beberapa julukan yang nyeleneh oleh orang-orang yang tidak sepaham, dengan julukan semisal: Jamaah mbah Syuro, Jamaah Takfir, Neo-Khawarij, Islam Puritan, Islam Jawa, Islam Murni, Wahhabi, PKI putih, dan lain-lain. Namun hal itu tidak lantas menyurutkan potensi amar ma’ruf nahi munkar sampai saat ini. Karena memang itulah cobaan menjadi manusia yang beriman secara konsekuen kepada Allah Ta’ala. Sangat cocok dengan dalil ini… “huffatul jannati bil makarih, wa huffatun naari bis syahwat”, “surga itu dikelilingi oleh hal-hal yang membencikan… dan seterusnya”. Artinya, tidak mudah mencari surga Allah Ta’ala. Pasti ada rintangan dan cobaan. Namun pastinya, hingga sekarang soal penjulukan, gelar, atau penisbatan, kosa kata al-Manshuuriin, atau Thaifah al-Manshuurah (golongan yang mendapat pertolongan Allah Ta’ala) lebih disukai bagi hampir seluruh individu generasi penerus Syeikh Nurhasan Al-Ubaidah, daripada penggunaan kosa kata Salafi, Wahhabi, Ahlussunnah Wal Jamaah, Madzhabiyyah, atau penisbatan lainnya. Sesuai pula dengan dalil dalam kitabullah yang menyebutkan… “haqqun ‘alaina nunjil mu’miniina”, dan hujjah ini… “maa yaf’alullohu bi ‘adzaabikum in syakartum wa aamantum”, “wajib atas Kami (Allah) menolong orang-orang yang beriman”, dan lain-lain. Tidak masalah dengan urusan julukan, karena pada akhirnya, yang penting adalah bagaimana tata cara ibadah kita kepada Allah Ta’ala. Julukan apapun tidak bisa dijadikan bekal bagi seseorang untuk berhasil masuk surga, dan terselamatkan dari api neraka. Hanya amal ibadah dan atas rahmatNya-lah yang menjadi penentu suksesnya manusia di kehidupan akhirat nanti kelak. Demikian sekilas cerita mengenai sosok Syeikh Nurhasan Al-Ubaidah rahimahullah, yang mungkin hal ini bisa jadi merupakan suatu ikhtiar pemulihan nama baik terhadap berita-berita miring yang selama ini berkembang mengenai diri dan metode dakwahnya, yang pada kenyataannya malah bertentangan dengan apa yang telah syeikh perjuangkan sampai akhir hayatnya. Suatu ikhtiar yang diilhami oleh “Surat Surat Bersih Diri Muhammad bin Abdil Wahhab”. Sehubungan dengan hal ini, sebagai referensi agar kita lebih mengerti seperti apakah sosok seorang ‘alim ulama (ahli ilmu) yang dipandang berkualitas, hebat, atau mumpuni, Imam al-Shatibi rahimahullah lebih jauh telah menarik kesimpulan, bahwa ada 3 (tiga) karakteristik pokok seorang ulama yang dipandang berkualitas, hebat, atau mumpuni: 1) Ia melaksanakan apa-apa yang ia ucapkan/ajarkan. Telah terbukti bahwa Beliau selalu konsekuen menjalankan apa-apa yang ia ajarkan kepada santri-santrinya, tentunya semua yang sesuai dengan kaidah Qur’an, Hadits, Ijma’, dan Qiyas yang tidak bertentangan dengan aturan-aturan Allah-Rasul. Bahkan para santrinya meniru apa saja yang Beliau lakukan dalam beribadah kepada Allah, dikarenakan mereka (santri) yakin bahwa amalan Beliau tidak lepas dari Qur’an dan Hadits. Hal tersebut bukan termasuk taklid membabi buta, karena selalu diiringi dengan ilmu. Bahkan menurut kesaksian para orang-orang terdahulu yang pernah se-zaman dengannya, Beliau mengeluarkan sayembara yang berlaku sampai akhir hayatnya: Beliau bersedia memberikan motor bagi siapapun yang mengetahui bahwa ada amal perbuatannya yang tidak sesuai dengan aturan Allah dan Rasul shallallahu ‘alaihi wassalaam. Subhanallah. 2) Ia sendiri mendapat ilmu langsung dari ulama-ulama terpercaya dan mumpuni dalam kapasitasnya sebagai ahli ilmu. Dalam sanad-nya secara tersurat beliau langsung menimba ilmu atau berguru langsung dengan para Masyaikh Darul Hadits Mekkah Al-Mukarramah yang mu’tabar semisal Syeikh Umar Hamdan (Abu Hafs Umar ibn Hamdan ibn Umar ibn Hamdan al-Mahrasi At-Tunisi Al-Maghribi al-Madani Al-Maki rahimahullah), atau Syeikh Abu Samah Abdul Dhohir (Muhammad Abdul Dhohir ibn Muhammad Nuruddin Abu Samah At-Talini Al-Mishri Al-Makki), dan lain-lain secara manqul [2] (as-sama’ dan munawalah). 3) Santri-santrinya mengikuti apa yang ia ajarkan. Jika santri-santrinya malah cenderung meninggalkannya, hal ini otomatis menjadi pertanda bahwa ada sesuatu yang salah dengan apa yang ia ajarkan. (ibid) Alhamdulillah hingga saat ini semakin banyak individu-individu, yang atas jasa Beliau pula lah, saat ini mereka telah menjadi mubaligh-mubalighot yang tersebar tidak hanya di Indonesia, namun juga di negara-negara regional seperti Australia, Singapura, Malaysia, Suriname, Vietnam. Bahkan ilmu yang dibawanya dulu dari Mekkah-Medinah, saat ini telah sampai pula di benua Amerika dan Eropa. Mereka tetap memegang apa yang telah syeikh ajarkan kepada mereka, yaitu ilmu agama yang murni berdasarkan Qur’an dan Hadits secara manqul, musnad, dan muttashil. Mereka tetap memiliki kesamaan pergerakan dakwah seperti Syeikh Nurhasan Al-Ubaidah: amar ma’ruf nahi munkar, basyiiran wa nadziiran, dan lillahi ta’ala demi tujuan mulia: “wa tilkal jannatul-latii uurits-tumuuhaa bimaa kuntum ta’maluun”, “dan demikian surga itu diwariskan sebab apa-apa yang kalian perbuat (di dunia)”. Mudah-mudahan semangat al-Manshuuriin yang pernah dicontohkan Syeikh Nurhasan Al-Ubaidah ini tetap melekat pada diri generasi penerus mu’miniin yang mencintai Allah dan Rasul shallallahu ‘alaihi wassalaam diatas segalanya. Amiin Yaa Dzal Jalaali Wal Ikram. Mohon maaf bilamana ada kesalahan. Semua kesalahan dalam penulisan ini pastinya berasal dari diri penulis, namun semua kebenaran tetap berasal dari Allah Ta’ala. Wallahu Musta’an. Walaa hawlaa walaa quwwata illa billah. glossary [1] Babat Alas: istilah dalam bahasa Jawa yang arti harfiahnya adalah “pembukaan lahan hutan” yang bisa dipergunakan sebagai lahan pertanian, atau agar bisa dimanfaatkan untuk hal-hal yang berguna lainnya semisal perumahan, dan lain-lain. [2] Manqul means transmitted sciences. It includes knowledge which is understood through study and by going back to the founder of the science and his/her followers through a recognised chain of transmission (isnad). It includes religious science, for example, ‘ilm Al-Hadith, the Science of the Hadith. (Egyptian Science in Medieval Arabic Sources). bagi penulis aslinya, saya minta maaf telah memposting tulisan anda. Ini baru latihan. ajkk

Jumat, 01 Juli 2011

Dalil Dalil Tentang al Jama'ah

AL-JAMA’AH A. Ta’rif 1. Ma’na menurut bahasa: Asal kata: جَمَعَ - يَجْمَعُ - جَمْعًا / جَمَاعَةً artinya kumpulan atau himpunan. Jadi menurut bahasa Al-Jama’ah adalah kumpulan atau himpunan tertentu bukan sembarang himpunan atau kumpulan. 2. Ma’na menurut istilah: Yang dimaksud dengan AL-JAMA’AH adalah JAMA’ATUL MUSLIMIN sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim dari Khudzaifah bin Al-Yaman yang berbunyi: ...تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ... “... Engkau tetap pada Jama’ah Muslimin dan Imaam mereka ...” Adapun yang dimaksud dengan Al-Jama’ah adalah sebagaimana yang dijelaskan oleh Shahabat Ali bin Abi Thalib, yang berbunyi: اَلسُّنَّةُ وَاللهِ سُنَّةُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاْلبِدْعَةُ مَا فَارَقَهَا وَ اَلْجَمَاعَةُ وَاللهِ مُجَامَعَةُ أَهْلِ اْلحَقِّ وَإِنْ قَلُّوْا وَ اْلفُرْقَةُ مُجَامَعَةُ أَهْلِ اْلبَاطِلِ وَاِنْ كَثَرُوْا “Demi Allah, sunnah itu adalah sunnah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bid’ah itu adalah apa-apa yang memperselisihinya. Dan demi Allah, Al-Jama’ah itu adalah berkumpulnya ahlul haq sekalipun mereka sedikit dan Firqoh itu adalah berkumpulnya ahlul bathil sekalipun mereka banyak.” (Hamisy Musnad Imam Ahmad bin Hambal: I/109) B. PERINTAH MENETAPI AL-JAMA’AH Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman: (1) وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيْعًا وَلاَ تَفَرَّقُوْا وَاذْكُرُوْا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوْبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُوْنَ {أل عمران:103} (1) "Dan berpegang teguhlah kamu sekalian pada tali Allah seraya berjama’ah, dan janganlah kamu berfirqah-firqah (bergolong-golongan), dan ingatlah akan ni’mat Allah atas kamu tatkala kamu dahulu bermusuh-musuhan maka Allah jinakkan antara hati-hati kamu, maka dengan ni’mat itu kamu menjadi bersaudara, padahal kamu dahulunya telah berada di tepi jurang api Neraka, tetapi Dia (Allah) menyelamatkan kamu dari padanya; begitulah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu, supaya kamu mendapat petunjuk.” (QS.Ali ‘Imran:103 ) Penjelasan: وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيْعًا وَلاَ تَفَرَّقُوْا "Dan berpegang teguhlah kamu sekalian kepada pada tali Allah seraya ber-JAMA’AH, dan janganlah kamu berfirqah-firqah...” (QS.Ali Imran:103) Kalimat “Al-Jama’ah” pada ayat ini artinya adalah berjama’ah (bersama-sama/bersatu padu), karena: 1. Sesuai dengan makna yang diberikan oleh para ahli Tafsir, di antaranya Abdullah bin Mas’ud, ia menye butkan bahwa yang dimaksud adalah “Al Jama’ah” (Tafsir Al-Qurthuby:III/159, Tafsir Jaami’ul Bayan:IV/21) 2. Adanya qorinah lafdziyah, yaitu WALA TAFARROQU setelah kalimat JAMI’AN, Ibnu Katsir berkata bahwa yang dimaksud adalah “Allah memerintahkan kepada mereka dengan berjama’ah dan melarang mereka berfirqoh-firqoh.” (Tafsir Ibnu Katsir:I/189) 3. Az-Zajjaj berkata: “Kalimat JAMI’AN adalah dibaca nashab, karena menjadi HAAL.“ (Tafsir Zaadul Masir:I/433) Maka artinya secara berjama’ah dalam berpegang teguh pada tali Allah. (Tafsir Abi Suud:II/66) Tidak semua kalimat “JAMI’AN” dalam Al-Qur’an artinya “bersama-sama (berjama’ah / bersatupadu)”, seperti pula tidak semua kalimat “JAMI’AN” berarti “keseluruhan / semuanya”. Sedikitnya ada empat ayat dalam Al-Qur’an yang kalimat “JAMI’AN” harus diartikan “bersama-sama (berjama’ah/bersatu padu)”, yaitu: surat Ali Imran:103, surat An-Nisa:71, surat An Nur:61 dan surat Al-Hasyr:14 Khudzaifah bin Yaman Radliallahu ‘anhu berkata: (2) كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْخَيْرِ وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنِ الشَّرِّ مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا كُنَّا فِي جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ فَجَاءَنَا اللَّهُ بِهَذَا الْخَيْرِ فَهَلْ بَعْدَ هَذَا الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ قُلْتُ وَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الشَّرِّ مِنْ خَيْرٍ قَالَ نَعَمْ وَفِيهِ دَخَنٌ قُلْتُ وَمَا دَخَنُهُ قَالَ قَوْمٌ يَهْدُونَ بِغَيْرِ هَدْيِي تَعْرِفُ مِنْهُمْ وَتُنْكِرُ قُلْتُ فَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ دُعَاةٌ عَلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوْهُ فِيهَا قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا قَالَ هُمْ مِنْ جِلْدَتِنَا وَيَتَكَلَّمُونَ بِأَلْسِنَتِنَا قُلْتُ فَمَا تَأْمُرُنِي إِنْ أَدْرَكَنِي ذَلِكَ قَالَ تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ قُلْتُ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلاَ إِمَامٌ قَالَ فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ بِأَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ . 2) “Adalah orang-orang (para sahabat) bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang kebaikan dan adalah saya bertanya kepada Rasulullah tentang kejahatan, khawatir kejahatan itu menimpa diriku, maka saya bertanya: “Ya Rasulullah, sesungguhnya kami dahulu berada di dalam Jahiliyah dan kejahatan, maka Allah mendatangkan kepada kami dengan kebaikan ini (Islam). Apakah sesudah kebaikan ini timbul kejahatan? Rasulullah menjawab: “Benar!” Saya bertanya: Apakah sesudah kejahatan itu datang kebaikan? Rasulullah menjawab: “Benar, tetapi di dalamnya ada kekeruhan (dakhon).” Saya bertanya: “Apakah kekeruhannya itu?” Rasulullah menjawab: “Yaitu orang-orang yang mengambil petunjuk bukan dengan petunjukku. (dalam riwayat Muslim) “Kaum yang berperilaku bukan dari Sunnahku dan orang-orang yang mengambil petunjuk bukan dengan petunjukku, engkau ketahui dari mereka itu dan engkau ingkari.” Aku bertanya: “Apakah sesudah kebaikan itu akan ada lagi keburukan?” Rasulullah menjawab: “Ya, yaitu adanya penyeru-penyeru yang mengajak ke pintu-pintu Jahannam. Barangsiapa mengikuti ajakan mereka, maka mereka melemparkannya ke dalam Jahannam itu.” Aku bertanya: “Ya Rasulullah, tunjukkanlah sifat-sifat mereka itu kepada kami.” Rasululah menjawab: “Mereka itu dari kulit-kulit kita dan berbicara menurut lidah-lidah (bahasa) kita.” Aku bertanya: “Apakah yang engkau perintahkan kepadaku jika aku menjumpai keadaan yang demikian?” Rasulullah bersabda: “Tetaplah engkau pada Jama’ah Muslimin dan Imaam mereka!” Aku bertanya: “Jika tidak ada bagi mereka Jama'ah dan Imaam?” Rasulullah bersabda: “Hendaklah engkau keluar menjauhi firqoh-firqoh itu semuanya, walaupun engkau sam pai menggigit akar kayu hingga kematian menjumpaimu, engkau tetap demikian.” (HR.Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari dalam Kitabul Fitan: IX/65, Muslim, Shahih Muslim: II/134-135 dan Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah:II/475. Lafadz Al-Bukhari). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: (3) إِنَّ اللَّهَ يَرْضَى لَكُمْ ثَلاَثًا وَيَسْخَطُ لَكُمْ ثَلاَثًا يَرْضَى لَكُمْ أَنْ تَعْبُدُوهُ وَلاَ تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَأَنْ تَعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيْعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا وَأَنْ تُنَاصِحُوا مَنْ ولاَّهُ اللَّهُ أَمْرَكُمْ وَيَسْخَطُ لَكُمْ قِيلَ وَقَالَ وَإِضَاعَةَ الْمَالِ وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ (3 “Sesungguhnya Allah itu ridho kepada kamu pada tiga perkara dan benci kepada tiga perkara. Adapun (3 perkara) yang menjadikan Allah ridho kepada kamu adalah: 1). Hendaklah kamu memper ibadati-Nya dan janganlah mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, 2). Hendaklah kamu ber pegang-teguh dengan tali Allah seraya berjama’ah dan janganlah kamu berfirqoh-firqoh, 3). Dan hendaklah kamu senantiasa menasihati kepada seseorang yang Allah telah menyerahkan kepemimpinan kepadanya dalam urusanmu. Dan Allah membenci kepadamu 3 perkara; 1). Dikatakan mengatakan (mengatakan sesuatu yang belum jelas kebenarannya), 2). Menghambur-hamburkan harta benda, 3). Banyak bertanya (yang tidak ber faidah).” (HR Ahmad, Musnad Imam Ahmad dalam Musnad Abu Hurairah, Muslim, Shahih Muslim: II/6. Lafadz Ahmad) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: (4) أَنَا أّمُرُكْم بِخَمْسٍ أَللهُ أَمَرَنِى بِهِنَّ : بِاْلجَمَاعَةِ وَالسَّمْعِ وَ الطَّاعَةِ وَ الْهِجْرَةِ وَ اْلجِهَادِ فِى سَبِيْلِ اللهِ ، فَإِنَّهُ مَنْ خَرَجَ مِنَ اْلجَمَاعَةِ قِيْدَ شِبْرٍ فَقَدْ خَلَعَ رِبْقَةَ اْلإِسْلاَمِ مِنْ عُنُقِهِ إِلَى اَنْ يَرْجِعَ وَمَنْ دَعَا بِدَعْوَى اْلجَاهِلِيَّةِ فَهُوَ مِنْ جُثَاءِ جَهَنَّمَ، قَالُوْا يَا رَسُوْلَ اللهِ وَ اِنْ صَامَ وَصَلَّى ، قَالَ وَاِنْ صَامَ وَصَلَّى وَزَعَمَ أَنَّهُ مُسْلِمٌ فَادْعُوا اْلمُسْلِمِيْنَ بِمَا سَمَّاهُمُ اْلمُسْلِمِيْنَ اْلمُؤْمِنِيْنَ عِبَادَ اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ 4) “Aku perintahkan kepada kamu sekalian (muslimin) lima perkara; sebagaimana Allah telah memerintahkanku dengan lima perkara itu; berjama’ah, mendengar, thaat, hijrah dan jihad fi sabilillah. Barangsiapa yang keluar dari Al Jama’ah sekedar sejengkal, maka sungguh terlepas ikatan Islam dari lehernya sampai ia kembali bertaubat. Dan barang siapa yang menyeru dengan seruan Jahiliyyah, maka ia termasuk golongan orang yang bertekuk lutut dalam Jahannam.” Para sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, jika ia shaum dan shalat?” Rasul bersabda: “Sekalipun ia shaum dan shalat dan mengaku dirinya seorang muslim!, maka panggillah oleh orang-orang muslim itu dengan nama yang Allah telah berikan kepada mereka; “Al-Muslimin, Al Mukminin, hamba-hamba Allah ‘Azza wa jalla.” (HR.Ahmad bin Hambal dari Haris Al-Asy’ari, Musnad Ahmad:IV/202, At-Tirmidzi Sunan At-Tirmidzi Kitabul Amtsal, bab Maa Jaa’a fi matsalis Shalati wa shiyami wa shodaqoti:V/148-149 No.2263. Lafadz Ahmad) Umar bin Al-Khattab berkata: (5) إِنَّهُ لاَ إِسْلاَمَ إِلاَّ بِجَمَاعَةٍ وَلاَ جَمَاعَةَ إِلاَّ بِإِمَارَةٍ وَلاَ إِمَارَةَ إِلاَّ بِطَاعَةٍ فَمَنْ سَوَّدَهُ قَوْمُهُ عَلَى الْفِقْهِ كَانَ حَيَاةً لَهُ وَلَهُمْ وَمَنْ سَوَّدَهُ قَوْمُهُ عَلَى غَيْرِ فِقْهٍ كَانَ هَلاَكًا لَهُ وَلَهُمْ (5 “Sesungguhnya tidak ada Islam kecuali dengan berjama’ah, dan tidak ada Jama’ah kecuali dengan kepemimpinan, dan tidak ada kepe mimpinan kecuali dengan ditaati, maka barang siapa yang kaum itu mengangkatnya sebagai pimpinan atas dasar kefahaman, maka kesejahte raan baginya dan bagi kaum tersebut tetapi barangsiapa yang kaum itu mengangkatnya bukan atas dasar kefahaman, maka kerusakan baginya dan bagi mereka.” (HR.Ad-Darimi Sunan Ad-Darimi dalam bab Dzihabul ‘ilmi: I/79) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: (6)... فَعَلَيْكَ بِالْجَمَاعَةِ فَإِنَّمَا يَأْكُلُ الذِّئْبُ اْلقَاصِيَةِ 6) “...maka wajib atas kamu berjama’ah, karena sesungguhnya serigala itu makan kambing yang sendirian.” (HR.Abu Dawud dari Abi Darda, Sunan Abi Daud dalam Kitabus Shalah: I/150 No.547) C. Rahmat Allah beserta Orang yang Berjama’ah Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman: (7) وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَهُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ يُدْخِلُ مَنْ يَشَاءُ فِي رَحْمَتِهِ وَالظَّالِمُونَ مَا لَهُمْ مِنْ وَلِيٍّ وَلاَ نَصِيرٍ {الشورى:8} (7 "Dan kalau Allah menghendaki niscaya Allah menjadikan mereka satu umat (saja), tetapi Dia memasukkan orang-orang yang dikehendaki-Nya ke dalam rahmat-Nya. Dan orang-orang yang zalim tidak ada bagi mereka seorang pelindung pun dan tidak pula seorang penolong.” (QS.Asy-Syuura:8) Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman: (8) وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلاَ يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ . إِلاَّ مَنْ رَحِمَ رَبُّكَ وَلِذَلِكَ خَلَقَهُمْ وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ لأَمْلأَنَّ جَهَنَّمَ مِنْ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ {هود:118-199} 8) “Jika Tuhanmu menghendaki tentu Dia menja dikan manusia umat yang satu tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat. Kecuali orang orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu (keputu san-Nya) telah diputuskan. Sesungguhnya Aku akan memenuhi neraka Jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya.” (QS.Hud:118-119) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: (9) اَلْجَمَاعَةُ رَحْمَةٌ وَ اْلفُرْقَةُ عَذَابٌ 9) "Jama’ah itu rahmat dan firqoh itu adzab.” (HR.Ahmad dari Nu’man bin Basyir, Musnad Ahmad:IV/278, Silsilah Ahaditsush Shohihah No.667) D. Perpecahan itu Adzab Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman: (10) قُلْ هُوَ الْقَادِرُ عَلَى أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عَذَابًا مِنْ فَوْقِكُمْ أَوْ مِنْ تَحْتِ أَرْجُلِكُمْ أَوْ يَلْبِسَكُمْ شِيَعًا وَيُذِيقَ بَعْضَكُمْ بَأْسَ بَعْضٍ انظُرْ كَيْفَ نُصَرِّفُ الآيَاتِ لَعَلَّهُمْ يَفْقَهُونَ{الأنعام:6} (10 "Katakanlah: “Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan adzab kepadamu, dari atas kamu atau dari bawah kakimu atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebahagian kamu keganasan sebahagian yang lain. Perhati kanlah, betapa Kami mendatangkan kebesaran Kami silih berganti agar mereka memahami(nya).” (QS.Al-An’am:65) Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman: (11) إِنَّ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا لَسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ إِنَّمَا أَمْرُهُمْ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَفْعَلُونَ{الأنعام:159} (11 "Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka menjadi bergolongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah terserah kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat.” (QS.Al-An’am:159) Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman: (12) وَإِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُونِي. فَتَقَطَّعُوا أَمْرَهُمْ بَيْنَهُمْ زُبُرًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ. فَذَرْهُمْ فِي غَمْرَتِهِمْ حَتَّى حِينٍ{المؤمنون:52،53،54} (12 "Dan sesungguhnya (agama) tauhid ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertaqwalah kepadaKU. Kemudian mereka (pengikut-pengikut rasul itu) menjadikan agama mereka menjadi terpecah belah menjadi beberapa pecahan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing). Maka biarkanlah mereka dalam kesesatannya sampai suatu waktu.” (QS.Al-Mu’minun:52,53, 54) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: (13) اَلْجَمَاعَةُ رَحْمَةٌ وَ اْلفُرْقَةُ عَذَابٌ (13 "Jama’ah itu rahmat dan firqoh itu adzab.” (HR.Ahmad dari Nu’man bin Basyir, Musnad Ahmad:IV/278, Silsilah Ahaditsus Shohihah No.667) Mu’adz bin Jabal Radliallahu ‘anhu berkata: (14) صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا صَلاَةً فَأَطَالَ فِيهَا فَلَمَّا انْصَرَفَ قُلْنَا أَوْ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَطَلْتَ الْيَوْمَ الصّلاَةَ قَالَ إِنِّي صَلَّيْتُ صَلاَةَ رَغْبَةٍ وَرَهْبَةٍ سَأَلْتُ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لأُمَّتِي ثَلاَثًا فَأَعْطَانِي اثْنَتَيْنِ وَرَدَّ عَلَيَّ وَاحِدَةً سَأَلْتُهُ أَنْ لاَ يُسَلِّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ غَيْرِهِمْ فَأَعْطَانِيهَا وَسَأَلْتُهُ أَنْ لاَ يُهْلِكَهُمْ غَرَقًا فَأَعْطَانِيهَا وَسَأَلْتُهُ أَنْ لاَ يَجْعَلَ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ فَرَدَّهَا عَلَيَّ (14) “Pada suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan shalat lalu beliau memanjangkannya, maka ketika telah selesai kami (para sahabat) bertanya: Ya Rasulullah pada hari ini engkau telah memanjang kan shalatnya.” Beliau menjawab: Sesungguhnya aku telah melaksanakan shalat dengan penuh suka dan duka, aku memohon kepada Allah Azza wa jalla tiga hal untuk ummatku, maka Dia memperkenankan yang dua hal dan menolak yang satu hal, aku memohon agar umatku tidak dikalahkan oleh musuh selain dari mereka (orang kafir), maka Allah memperkenankannya dan untuk tidak dibinasakan oleh banjir maka Allah memperkenankannya. Dan aku memohon kepada-Nya agar ummatku tidak berpecah belah tetapi Dia tidak memperkenankannya.” (HR.Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majalah dalam bab Maa yakuunu minal fitan: II/464, At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi:IV/409 No.2175. Lafadz Ibnu Majah) E. Perpecahan itu perilaku orang-orang musyrik Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman: (15) مُنِيبِينَ إِلَيْهِ وَاتَّقُوهُ وَأَقِيمُوا الصَّلاَةَ وَلاَ تَكُونُوا مِنْ الْمُشْرِكِينَ . مِنْ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُون{الروم:31-32} 15) "Dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah. Yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” (QS.Ar-Rum:31-32) Yang dimaksud dengan kalimat “Jangan kamu termasuk orang-orang musyrik” disini adalah jangan menyerupai perbuatan mereka yang suka memecah belah agama, mengganti, merubah, mengimani sebahagian dan mengingkari sebahagian yang lain. (Tafsir Ibnu Katsir:III/418) Maka ayat ini memperingatkan kepada kaum muslimin supaya tidak mengikuti firqoh-firqoh seperti orang musyrik sebab telah jelas bahwa semuanya dalam kesesatan yang nyata (Tafsir Abi Su’ud:VII/61). Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman: (16) شَرَعَ لَكُمْ مِنْ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلاَ تَتَفَرَّقُوا فِيهِ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ اللَّهُ يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَنْ يُنِيبُ{الشورى:13} 16) “Dia (Allah) telah mensyari’atkan bagi kamu tentang Ad-Dien, apa yang telah diwasiatkanNya kepada Nuh dan apa yang telah Kami (Allah) wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa, yaitu: “Tegakkanlah Ad-Dien dan janganlah kamu ber pecah-belah di tentangnya.” Berat bagi musyrikin menerima apa yang engkau serukan kepada mereka itu. Allah menarik kepada Ad-Dien itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petun juk kepada (Ad-Dien)-Nya orang yang kembali kepada-Nya.” (QS.Asy-Syura:13) F. Al-Jama’ah itu Hizbullah Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman: (17) إِنَّمَا وَلِيُّكُمْ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ رَاكِعُونَ . وَمَنْ يَتَوَلَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا فَإِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمْ الْغَالِبُونَ{المائدة:55،56} 17) “Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah). Dan barang siapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang.” (QS.Al-Maidah:55-56) Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman: (18) لاَ تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُوْلَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمْ اْلإِيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا اْلأَ نْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُوْلَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ أَلاَ إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمْ الْمُفْلِحُونَ{المجادلة:22} 18) "Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang dari padanya. Dan dimasukkannya mereka ke dalam syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridho terhadap mereka dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan rahmat) Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung.” (QS.Al-Mujadalah:22) G. Ancaman meninggalkan Al-Jama’ah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: (19) مَنْ خَرَجَ مِنَ الطَّاعَةِ وَفَارَقَ الْجَمَاعَةَ فَمَاتَ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً وَمَنْ قَاتَلَ تَحْتَ رَايَةٍ عِمِّيَّةٍ يَغْضَبُ لِعَصَبَةٍ أَوْ يَدْعُو إِلَى عَصَبَةٍ أَوْ يَنْصُرُ عَصَبَةً فَقُتِلَ فَقِتْلَةٌ جَاهِلِيَّةٌ وَمَنْ خَرَجَ عَلَى أُمَّتِي يَضْرِبُ بَرَّهَا وَفَاجِرَهَا وَلاَ يَتَحَاشَى مِنْ مُؤْمِنِهَا وَلاَ يَفِي لِذِي عَهْدٍ عَهْدَهُ فَلَيْسَ مِنِّي وَلَسْتُ مِنْهُ (19) “Barangsiapa yang keluar dari ketaatan dan memisahkan diri dari Al-Jama’ah, maka ia mati laksana kematiannya orang Jahiliyah dan barangsiapa yang berperang di bawah bendera keashobiahan (kesukuan) dia marah karena kesukuannya atau mengajak kepada keashobiahan dan menolong karena keashobiyahannya lalu dia terbunuh maka kematiannya laksana kematian Jahiliyah dan barangsiapa yang keluar dari umatku kemudian memusuhi orang-orang yang baik maupun yang fajir di antara umatku dan tidak mengecualikan orang-orang yang beriman dari mereka dan tidak menepati kepada orang yang diberi janji yang ia telah berjanji kepadanya maka dia bukan dari umatku dan aku bukan dari golongan mereka.” (HR.Muslim dari Abu Hurairah, Shahih Muslim dalam Kitabul Imaaroh: II/135, Ahmad, Musnad Imam Ahmad bin Hambal:I/70, Ad-Darimi, Sunan Ad-Darimi:II/241, Abu Dawud, Sunan Abu Dawud:IV/241. Lafadz Muslim) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: (20) لاَ يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلاَّ بِإِحْدَى ثَلاَثٍ الثَّيِّبُ الزَّانِي وَالنَّفْسُ بِالنَّفْسِ وَالتَّارِكُ لِدِينِهِ الْمُفَارِقُ لِلْجَمَاعَةِ 20) “Tidak halal darah seorang muslim kecuali karena tiga hal; orang yang telah kawin yang berzina, qishoh (pembunuhan), dan orang yang meninggalkan agamanya yaitu orang yang memisahkan diri dari Jama’ah.” (HR.Muslim dari Abdullah, Shahih Muslim dalam Kitabul Qosamah wal muharibin: II/40, Ahmad, Musnad Ahmad: I/382, Abu Daud, Sunan Abu Daud: IV/126, Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah: II/847, An-Nasai Sunan An-Nasa’i: VII/90, At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi:IV/12 dan Ad-Darimi Sunan Ad-Darimi:II/218. Lafadz Muslim) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: (21) إِنَّهُ سَيَكُونُ بَعْدِي هَنَاتٌ وَهَنَاتٌ فَمَنْ رَأَيْتُمُوهُ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ أَوْ يُرِيدُ يُفَرِّقُ أَمْرَ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَائِنًا مَنْ كَانَ فَاقْتُلُوهُ فَإِنَّ يَدَ اللَّهِ عَلَى الْجَمَاعَةِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ مَعَ مَنْ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ يَرْكُضُ 21) “Sesungguhnya akan ada setelahku kerusakan dan keburukan maka barangsiapa yang kamu melihatnya telah memisahkan diri dari Al Jama’ah atau hendak memecah belah urusan umat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam di mana dia berada maka bunuhlah ia. Maka sesung guhnya tangan Allah itu beserta Al-Jama’ah dan sesungguhnya syaitan itu akan sangat dekat bersama orang yang memisahkan diri dari Al Jama’ah.” (HR.An-Nasai, Sunan An-Nasai dalam Kitab Tahrimud Dam:VII/92, Muslim, Shahih Muslim:II/136 dan Ahmad, Fathurrobbani:XXIII/8. Lafadz An-Nasa’i) H. Pahala menetapi Al-Jama’ah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: (22) نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مَقَالَتِي فَوَعَاهَا وَحَفِظَهَا وَبَلَّغَهَا فَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ إِلَى مَنْ هُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ ثَلَاثٌ لاَ يُغِلُّ عَلَيْهِنَّ قَلْبُ مُسْلِمٍ إِخْلاَصُ الْعَمَلِ لِلَّهِ وَمُنَاصَحَةُ أَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَلُزُومُ جَمَاعَتِهِمْ فَإِنَّ الدَّعْوَةَ تُحِيطُ مِنْ وَرَائِهِمْ (22 “Allah akan memberikan wajah yang cerah kepada seseorang yang mendengar sabdaku lalu memperhatikannya dan menghafalnya serta menyampaikannya. Maka bisa jadi seseorang menyampaikan itu kepada orang yang lebih faham. Tiga hal yang hati seseorang muslim tidak akan dengki atasnya; 1) Ikhlas dalam beramal, 2) Menasehati Imaamul Muslimin dan 3) Menetapi Jama’ah Muslimin. Maka sesungguhnya do’a mereka itu mengikuti dari belakang mereka.” (HR.At-Tirmidzi dari Abdullah bin Mas’ud, Sunan At-Tirmidzi dalam Kitabul iIlmi:V/33 No.2656, Ad-Darimi, Sunan Ad-Dirimi:I/76) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: (23) أَلاَ إِنَّ مَنْ قَبْلَكُمْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ افْتَرَقُوا عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً وَإِنَّ هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِينَ ثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَهِيَ الْجَمَاعَةُ زَادَ ابْنُ يَحْيَى وَعَمْرٌو فِي حَدِيثَيْهِمَا وَإِنَّهُ سَيَخْرُجُ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ تَجَارَى بِهِمْ تِلْكَ ا ْلأ هْوَاءُ كَمَا يَتَجَارَى الْكَلْبُ لِصَاحِبِهِ وَقَالَ عَمْرٌو الْكَلْبُ بِصَاحِبِهِ لاَ يَبْقَى مِنْهُ عِرْقٌ وَلاَ مَفْصِلٌ إِلاَّ دَخَلَهُ (23) “Ingatlah sesungguhnya orang-orang sebelum kamu dari ahli kitab itu berpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan dan sesungguhnya umat ini akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, yang tujuh puluh dua golongan di dalam neraka sedang yang satu di dalam surga, yaitu Al-Jama’ah dan sesungguhnya akan ada dari ummatku beberapa kaum yang dijangkiti oleh hawa nafsu sebagaimana menjalarnya penyakit anjing gila dengan orang yang dijangkitinya, tidak tinggal satu urat dan sendi ruas tulangnya, melainkan dijangkitinya.” (HR. Abu Dawud dari Muawiyah bin Abi Sofyan, Sunan Abu Dawud dalam Kitabus Sunnah:IV/198 No.4597, Ahmad, Musnad Ahmad:III/145-IV/102 Lafadz Abu Dawud) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: (24) افْتَرَقَتِ الْيَهُودُ عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِينَ فِرْقَةً فَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ وَافْتَرَقَتِ النَّصَارَى عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً فَإِحْدَى وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَتَفْتَرِقَنَّ أُمَّتِي عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً وَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ هُمْ قَالَ الْجَمَاعَةُ (24 “Orang-orang Yahudi berpecah belah menjadi tujuh puluh satu golongan, satu golongan masuk syurga sedangkan yang tujuh puluh golongan masuk ke dalam neraka, dan orang orang Nasrani berpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan, tujuh puluh satu masuk ke dalam neraka sedangkan yang satu golongan masuk ke dalam syurga. Demi dzat yang diri Muhammad ada di genggaman-Nya niscaya umatku akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, maka yang satu golongan masuk ke dalam surga sedang yang tujuh puluh dua golongan masuk ke dalam neraka, ditanyakan kepada Rasulullah: Siapakah mereka itu (golongan yang masuk ke dalam syurga)? Beliau bersabda: “Al-Jama’ah.” (HR.Ibnu Majah dari Auf bin Malik, Sunan Ibnu Majah dalam Kitabul Fitan:II/479 dan At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi:V/2641, Lafadz Ibnu Majah) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: (25) أُوصِيكُمْ بِأَصْحَابِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ يَفْشُو الْكَذِبُ حَتَّى يَحْلِفَ الرَّجُلُ وَلاَ يُسْتَحْلَفُ وَيَشْهَدَ الشَّاهِدُ وَلاَ يُسْتَشْهَدُ أَلاَلاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إلاَّكَانَ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ عَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ وَإِيَّاكُمْ وَالْفُرْقَةَ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ مَعَ الْوَاحِدِ وَهُوَ مِنَ اْلإِثْنَيْنِ أَبْعَدُ مَنْ أَرَادَ بُحْبُوحَةَ الْجَنَّةِ فَلْيَلْزَمِ الْجَمَاعَةَ مَنْ سَرَّتْهُ حَسَنَتُهُ وَسَاءَتْهُ سَيِّئَتُهُ فَذَلِكُمُ الْمُؤْمِنُ (25 “Aku wasiatkan kepada kamu untuk berbuat baik kepada para sahabatku, kemudian kepada generasi yang setelah mereka dan kemudian pada generasi yang setelahnya, kemudian setelah itu akan tersebar kebohongan sehingga seseorang akan bersumpah sedangkan dia tidak diminta untuk bersumpah dan akan memberikan kesaksian sedangkan ia tidak diminta kesaksiannya. Ingatlah tidaklah sekali-kali seorang laki-laki bersepi sepian dengan seorang wanita (yang bukan muhrimnya), kecuali yang ketiganya itu syaitan, maka wajib atas kamu berjama’ah dan jauhilah berfirqoh-firqoh karena sesungguhnya syaitan itu berserta orang yang sendirian dan dia akan menjauh dari dua orang. Barangsiapa yang menginginkan bangunan di syurga, maka hendak lah menetapi Al-Jama’ah dan barangsiapa yang kebaikannya menjadikan ia gembira dan kejelek kannya menjadikan ia sedih maka itulah tanda orang yang beriman.” (HR.At-Tirmidzi dari Umar bin Al-Khattab, Sunan At-Tirmidzi dalam Kitabul Fitan:IV/404 No.2165 dan Ahmad, Musnad Ahmad:I/18, Lafadz At-Tirmdzi) I. Periodisasi Masa Kekhilafahan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: (26) تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّةً فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ثُمَّ سَكَتَ (26 ”Adalah masa Kenabian itu ada di tengah tengah kamu sekalian, adanya atas kehendaki Allah, kemudian Allah mengangkatnya apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Khilafah yang menempuh jejak kenabian (Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah), adanya atas kehandak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya (menghentikannya) apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Kerajaan yang menggigit (Mulkan ‘Adldlon), adanya atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Ia meng hendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Kerajaan yang menyombong (Mulkan Jabariyah), adanya atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya, apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Khilafah yang menempuh jejak Kenabian (Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah).”Kemudian beliau (Nabi) diam.” (HR.Ahmad dari Nu’man bin Basyir, Musnad Ahmad:IV/273, Al-Baihaqi, Misykatul Mashobih hal 461. Lafadz Ahmad). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: (27) الْخِلاَفَةُ فِي أُمَّتِي ثَلاَثُونَ سَنَةً ثُمَّ مُلْكٌ بَعْدَ ذَلِكَ ثُمَّ قَالَ لِي سَفِينَةُ أَمْسِكْ خِلاَفَةَ أَبِي بَكْرٍ ثُمَّ قَالَ وَخِلاَفَةَ عُمَرَ وَخِلاَفَةَ عُثْمَانَ ثُمَّ قَالَ لِي أَمْسِكْ خِلاَفَةَ عَلِيٍّ قَالَ فَوَجَدْنَاهَا ثَلاَثِينَ سَنَةً قَالَ سَعِيدٌ فَقُلْتُ لَهُ إِنَّ بَنِي أُمَيَّةَ يَزْعُمُونَ أَنَّ الْخِلاَفَةَ فِيهِمْ قَالَ كَذَبُوا بَنُو الزَّرْقَاءِ بَلْ هُمْ مُلُوكٌ مِنْ شَرِّ الْمُلُوكِ (27 “Masa pada ummatku itu tiga puluh tahun kemudian setelah itu masa kerajaan. Kemudian Safinah berkata kepadaku: peganglah kekhalifahan Abu Bakar, kekhalifahan Umar, kekhalifahan Utsman dan kekhalifahan Ali. Maka aku dapatinya masa kekhalifahan itu tiga puluh tahun, Said berkata: “Saya bertanya kepadanya, sesungguhnya Bani Umayyah mengaku bahwa masa kekhalifahan itu ada pada mereka.” Ia berkata: “Banu Zurqo telah berdusta bahkan mereka itu para raja dari seburuk-buruk raja.” (HR.At Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi dalam Kitabul Fitan:IV/436 No.2226 dan Abu Dawud, Sunan Abu Dawud:IV/211 No.4646, Lafadz At-Tirmidzi) image: illustration

Senin, 28 Maret 2011

Benyamin Sueb In Memoriem


Tokoh ini sudah tidak asing lagi di tanah air, tapi sedikit orang yang tahu bila Benyamin Sueb yang biasa dipanggil bang Ben adalah seorang warga LDII yang pada akhir-akhir hayatnya aktif memberikan nasehat-nasehat kepada warga.
Pada akhir khayatnya, beliau berwasiat agar kuburannya diratakan, tidak menggunung seperti gunung karena beliau tidak suka gunung katanya. Salah satu komentar dia yang menarik adalah, "Gue mabok-mabokan gak ada yang ribut, gue udah bener dan ngaji sekarang banyak yang ribut", demikian katanya.

Benyamin yang telah empat belas kali menunaikan ibadah haji ini meninggal dunia setelah koma beberapa hari seusai main sepak bola pada tanggal 5 September 1995, akibat serangan jantung. Benyamin dimakamkan di TPU Karet Bivak, Jakarta. Ini dilakukan sesuai wasiat yang dituliskannya, agar dia dimakamkan bersebelahan dengan makam Bing Slamet yang dia anggap sebagai guru, teman, dan sosok yang sangat mempengaruhi hidupnya.

Dibawah ini adalah sedikit jalan hidupnya yang kami ambil dari wiki.

Benyamin Sueb (lahir di Kemayoran, Jakarta, 5 Maret 1939 – meninggal 5 September 1995 pada umur 56 tahun) adalah pemeran, pelawak, sutradara dan penyanyi Indonesia. Benyamin menghasilkan lebih dari 75 album musik dan 53 judul film.

Awal Karier

Kesuksesan dalam dunia musik diawali dengan bergabungnya Benyamin dengan satu grup Naga Mustika. Grup yang berdomisili di sekitar Cengkareng inilah yang kemudian mengantarkan nama Benyamin sebagai salah satu penyanyi terkenal di Indonesia.

Duet dengan Ida Royani

Selain Benyamin, kelompok musik ini juga merekrut Ida Royani untuk berduet dengan Benyamin. Dalam perkembangannya, duet Benyamin dan Ida Royani menjadi duet penyanyi paling popular pada zamannya di Indonesia. Bahkan lagu-lagu yang mereka bawakan menjadi tenar dan meraih sukses besar. Sampai-sampai Lilis Suryani salah satu penyanyi yang terkenal saat itu tersaingi.

Gambang kromong

Orkes Gambang Kromong Naga Mustika dilandasi dengan konsep musik Gambang Kromong Modern. Unsur-unsur musik modern seperti organ, gitar listrik, dan bass, dipadu dengan alat musik tradisional seperti gambang, gendang, kecrek, gong serta suling bambu.

Setelah Orde Lama tumbang, yang ditandai dengan munculnya Soeharto sebagai presiden kedua, musik Gambang Kromong semakin memperlihatkan jatidirinya. Lagu seperti Si Jampang (1969) sukses di pasaran, dilanjutkan dengan lagu Ondel-Ondel (1971).

Lagu-lagu lainnya juga mulai digemari. Tidak hanya oleh masyarakat Betawi tetapi juga Indonesia. Kompor Mleduk, Tukang Garem, dan Nyai Dasimah adalah sederetan lagunya yang laris di pasaran. Terlebih setelah Bang Ben berduet dengan Bing Slamet lewat lagu Nonton Bioskop, nama Benyamin menjadi jaminan kesuksesan lagu yang akan ia bawakan.
[sunting] Paska duet dengan Ida Royani

Setelah Ida Royani hijrah ke Malaysia tahun 1972, Bang Ben mencari pasangan duetnya. Ia menggaet Inneke Koesoemawati dan berhasil merilis beberapa album, di antaranya "Nenamu" dengan tembang andalan seperti Djanda Kembang, Semut Djepang, Sekretaris, Penganten Baru dan Pelajan Toko.

Dunia film

Lewat popularitas di dunia musik, Benyamin mendapatkan kesempatan untuk main film. Kesempatan itu tidak disia-siakan. Beberapa filmnya, seperti Banteng Betawi (1971), Biang Kerok (1972), Intan Berduri serta Si Doel Anak Betawi (1976) yang disutradari Syumanjaya, semakin mengangkat ketenarannya. Dalam Intan Berduri, Benyamin mendapatkan piala Citra sebagai Pemeran Utama Terbaik.

Akhir karier

Pada akhir hayatnya, Benyamin juga masih bersentuhan dengan dunia panggung hiburan. Selain main sinetron/film televisi (Mat Beken dan Si Doel Anak Sekolahan) ia masih merilis album terakhirnya dengan grup Rock Al-Haj bersama Keenan Nasution. Lagu seperti Biang Kerok serta Dingin-dingin menjadi andalan album tersebut.

Kontribusi terhadap gambang kromong

Dalam dunia musik, Bang Ben (begitu ia kerap disapa) adalah seorang seniman yang berjasa dalam mengembangkan seni tradisional Betawi, khususnya kesenian Gambang Kromong. Lewat kesenian itu pula nama Benyamin semakin popular. Tahun 1960, presiden pertama Indonesia, Soekarno, melarang diputarnya lagu-lagu asing di Indonesia. Pelarangan tersebut ternyata tidak menghambat karier musik Benyamin, malahan kebalikannya. Dengan kecerdikannya, Bang Ben menyuguhkan musik Gambang Kromong yang dipadu dengan unsur modern.

Untuk lebih jelasnya bisa anda lihat disini: http://id.wikipedia.org/wiki/Benyamin_Sueb

Selasa, 22 Maret 2011

Kisah Teladan Nabi Ayyub. AS

Nabi Ayyub adalah seorang bangsa Rum, beliau putra ‘Aish bin Ishak, seorang Nabi, ibunya salah seorang putri Nabi Luth. Beliau termasuk salah seorang laki-laki yang memiliki otak cerdas dan jenius. Beliau rajin, berbudi luhur lagi bijaksana. Ayahnya adalah seorang yang memiliki kekayaan, memiliki sejumlah besar hewan ternak, onta, lembu, domba, kuda, keledai dan khimar. Tiada seorang pun yang membandingi kekayaannya di negri Syam di masa itu. Setelah wafat, harta benda di wariskan semua kepada Nabi Ayyub. Beliau menikah dengan Dewi Rahmah putri Afrayim anak laki-lakinya Nabi Yusuf. Dari pernikahan mereka Alloh menganugrahi 12 kali mengandung, setiap lahir 2 orang anak, masing-masing putra dan putri.
Nabi Ayyub di utus oleh Alloh kepada kaumnya, yakni kaum Huran dan Tih, beliau berbudi baik dan halus, sepanjang hidupnya tiada seorang pun yang menyalahi dengan dusta dan ingkar, berkat kehormatan yang diberikan oleh Alloh kepadanya dan ibu bapaknya. Beliau suka mendirikan masjid-masjid dan menyampaikan syari’at-syari’at agama Alloh. Beliau suka menyantuni anak-anak yatim bagaikan seorang bapak yang penuh kasih sayang, terhadap para janda bagaikan seorang suami, demikian pula terhadap rakyat kecil yang lemah bagaikan saudara kandung penuh cinta kasih. Para pembantu yang mengurus tanaman dan buah-buahan di kebun dan sawahnya, dipesankan kepada mereka supaya membiarkan bagi siapa saja yang yang ingin memetiknya.
Dalam hal peternakan, setiap tahun terus meningkat, bahkan setiap hewan mempunayi anak kembar-kembar, sekalipun demikian semua harta kekayaan tidak mempengaruhinya sedikitpun, beliau pandai mensyukuri nikmat pemberian Alloh, baik dalam hati maupun dicetuskan lewat lesannya, bahkan beliau selalu memanjatkan do’a kepada Alloh, “Ya Alloh, ini semua adalah pemberian-Mu kepada semua hambamu di lokasi penjara dunia, sangat jauh dibandingkan dengan pemberian-Mu di sorga bagi ahli karomah-Mu di negri penuh hidangan-Mu”.
Itulah pangkal penyebab timbulnya iri, drengki makhluk Alloh tiada berbudi sebangsa Iblis. Iblis tidak terima dengan keberhasilan Nabi Ayyub, suatu hari ia berkata, “Ayyub benar-benar sukses usahanya, baik urusan dunia maupun akhirot. Untuk itu, ia harus dirusak salah satu atau kedua-duanya”.
Pada masa itu, Iblis dapat naik ke langit tingkat tujuh, ia bebas parkir di tempat mana saja sesukanya. Pada suatu hari ia naik seperti biasanya, dan ditanya oleh Alloh,
“Hai makhluk terkutuk, tidakkah melihat hambaKu yang telah sukses dalam usahanya? Mampukah kamu mencontoh barang sedikit saja?”.
“Ya Tuhan, benar saja Ayyub tekun beribadah kepadaMu, sebab ia diberi kelapangan rizki dan kesehatan jasmani, seandainya tidak demikian, pasti ia pun enggan beribadah kepada-Mu, ia seorang hamba yang penuh dengan kecukupan”. Jawab Iblis.
“Bohong kamu, sebab Aku tahu pasti bahwa ia benar-benar beribadah dan bersyukur kepadaKu, sekalipun tiada kelapangan rizki baginya”.
“Ya Tuhan.... kalau begitu, aku ingin mengujinya, sampai sejauh mana ia tidak lupa berdzikir dan beribadah kepadaMu, untuk itu berilah aku kemampuan untuk menguasai dirinya!”. sahut Iblis.
Setelah terjadi perdebatan yang panjang, akhirnya Alloh memenuhi tuntutan Iblis terkutuk, dengan catatan tidak pada jiwa dan lesan Nabi Ayyub.
Sekembalinya dari langit, Iblis menelusuri pantai laut, ia berteriak sekerasnya memanggil bangsa jin. Dengan waktu yang tidak lama semua bangsa jin pun segera berhimpun, tiada seorang pun yang tersisa, baik pria maupun wanita, semuanya mendekat di sisi Iblis, kemudian bertanya,
“Apa yang menimpa tuan besar?”.
“Kini aku memperoleh proyek besar, yang belum pernah diperoleh sejak aku sukses menggulingkan Adam dari surga, yaitu memperdaya Ayyub, untuk itu marilah kita kerjakan bersama-sama”.
Tanpa banyak pertanyaan, semua bangsa jin dengan caranya masing-masing mulai bergerak memperdaya Nabi Ayyub. Mereka mengerahkan seluruh pasukan yang ada, dan mengatur strategi. Rumah-rumah, taman-taman, kebun-kebun dan sawah-sawah semua mereka hancurkan, sehingga semua harta kekayaan Nabi Ayyub habis dimusnahkan Iblis dan bala tentaranya.
Setelah berhasil menghancurkan semua harta kekayaan Nabi Ayyub, Iblis menghampiri Nabi Ayyub yang sedang sholat di masjid dan berkata,
“Hai Ayyub, kenapa engkau tenang-tenang beribadah kepada Alloh, padahal engkau dalam keadaan terancam bahaya. Tuhanmu telah mengirim api dari langit yang membumi hanguskan seluruh harta kekayaanmu”.
Nabi Ayyub tidak menjawab sepatah kata pun pada omongan Iblis, bahkan beliau memanjatkan doa kepada Alloh setelah sholat selesai, “Segala Puji bagi Alloh yang telah memberi harta kekayaan kepadaku, kemudian sekarang sudah saatnya Dia menarik kembali dari tanganku”. Setelah berdoa kemudian beliau meneruskan lagi sholatnya.
Melihat keadaan seperti itu, Iblis merasa usahanya tidak berhasil dan ia pulang dengan penuh kecewa, bahkan merasa terhina dan menyesal akibat tindakan Nabi Ayyub.
Adalah Nabi Ayyub punya 14 orang anak, tujuh diantaranya putra, dan tujuh putri. Setiap hari makan siang di rumah saudaranya, saat itu berkumpul di rumah saudara mereka tertua (yakni Harmula), dan pasukan syetan pun menyekap mereka dan melempari, hingga meninggal dunia semua dalam satu meja makan, diantara mereka ada yang tengah menyuap makanan dan ada pula yang memegang gelas minuman. Lagi-lagi Iblis menghampiri Nabi Ayyub, yang tengah shalat. Sahut Iblis,
“Hai Ayyub, kenapa engkau tetap tekun beribadah pada Allah, padahal Allah telah merobohkan rumahmu dan menimpa anak-anakmu, hingga binasa seluruhnya?”.
Namun Ayyub tidak menjawab sedikitpun, bahkan ia menyempurnakan shalatnya. Setelah selesai sholat beliau berdoa,
“Segala puji bagi Allah Yang telah memberiku, dan menarik kembali dariku”. Setelah berdoa Nabi Ayyub menambahkan, “Hai Iblis makhluk terkutuk, ketahuilah bahwa seluruh harta dan anak-anak adalah fitnah, ujian bagi pria maupun wanita, dan semua telah ditarik kembali oleh Allah dari tanganku, hingga aku mampu bersabar dan tetap tekun beribadah kepada Tuhanku”. Kembali Iblis pulang dengan penuh kecewa, merugi serta terkutuk.
Namun Iblis tidak berputus asa, ia terus mengejar Nabi Ayyub, lagi-lagi ia datang sewaktu Nabi Ayyub tengah melakukan shalat, bertepatan Ayyub melakukan sujud, Iblis meniup hidung dan mulut, maka mengembunglah tubuh Ayyub dan banyak berpeluh, hingga badan terasa berat. Melihat keadaan itu Rahmah istrinya mencoba menghibur dan mengingatkan Nabi Ayyub,
“Derita sakitmu ini adalah akibat kesedihanmu memikirkan hartamu yang musnah dan bencana yang menimpa anak-anakmu, sedang kamu beribadah terus menerus di malam hari, siangnya berpuasa, tak kenal istirahat barang sesaat pun, lagi pula tak suka berhibur”.
Selang beberapa hari kemudian Nabi Ayyub diserang penyakit cacar seluruh tubuhnya, mulai kepala sampai kaki, darah dan nanah mengalir dari tubuhnya, dan ulat-ulat pun berjatuhan, akibatnya seluruh famili dan kawan-kawan menyatakan cerai dan menghindarinya. Demikian pula dua dari ketiga orang istrinya menuntut cerai secara resmi, kecuali dewi Rahmah seorang istrinya yang setia melayani siang dan malam hari.
Tidak terbatas sampai di sini penderitaan Nabi Ayyub, kaum hawa tetangganya menuntut Nabi Ayyub supaya angkat kaki dari kampungnya, lewat istrinya, mereka berkata,
“Hai Rahmah, kami sangat khawatir kalau nanti penyakit suamimu menular pada anak-anak kami, seharusnya ia disingkirkan saja dari kampung kami, kalau tidak, kami akan memaksamu keluar”.
Mendengar perkataan tetangganya, Dewi Rahmah pun segera keluar, pakaiannya dibungkus, lalu dibawa pergi sambil berteriak keras, “Aduh, demikian berat penderitaan ini, kami harus mengembara dan berpisah, mereka telah mengusir dari kampung dan rumah kami”.
Nabi Ayyub di gendong pada punggungnya, diiringi isakan tangis istrinya, ia dibawa kesebuah lokasi bekas rumah yang sudah rusak, tempat pembuangan sampah dan disanalah ia ditaruh. Baru beberapa hari bertempat di situ, masyarakat sekitar melihat demikian itu kontan mengusirnya juga, dan mereka tidak segan-segan mengerahkan anjing-anjingnya untuk memaksa Nabi Ayyub dan istrinya keluar dari lokasi tersebut. Dengan terpaksa dan diiringi isakan tangis Dewi Rahmah pun membawa pergi Nabi Ayyub menuju suatu tempat yang jauh dari kampung. Sesampainya disana Dewi Rahmah membuat sebuah gubug dari kayu dan disitulah Nabi Ayyub di rawat. Keesokan harinya Dewi Rahmah pergi dan datang dengan membawa alas tidur sebangsa tikar serta batu sebagai bantalnya. Untuk mengambil air minum, Dewi Rahmah membawakan wadah air yang biasa dipakai oleh para penggembala memberi minum ternak-ternaknya.
Suatu hari Dewi Rahmah berniat ingin menuju suatu dusun terdekat untuk mencari pekerjaan yang bisa menghasilkan uang dan untuk dibelikan sesuap nasi, tapi Nabi Ayyub memanggilnya, “Hai Rahmah, kembalilah.. aku menasehatimu, jika kamu hendak pergi menjauh dariku aku akan kamu biarkan sendirian di tempat ini”.
“Janganlah tuanku khawatir, sebab tidak mungkin aku membiarkanmu seorang diri, selama hayat dikandung badanku”. Jawab Rahmah dengan lembut.
Akhirnya Dewi Rahmah berangkat menuju suatu dusun, dan diterima sebagai karyawan pada suatu perushaan roti. Ia bekerja setiap hari pada perusahaan roti berangkat pagi pulang sore untuk memberi makan Nabi Ayyub. Lama kelamaan masyarakat dusun itu mengerti bahwa ia adalah istri Nabi Ayyub, mereka pun berhenti tidak suka memberi makan padanya sambil mengatakan,
“Menjauhlah dari kami...sebab kini kami merasa jijik padamu”.
Sambil menangis, Dewi Rahmah memohon kepada Alloh,
“Ya Alloh...Engkau melihat keadaanku ini, seolah-olah dunia ini berubah menjadi sempit bagi kami, semua orang selalu menghina dan mengejek kami, namun kami berharap janganlah Engkau menghina kami kelak di akherat. Ya Alloh...mereka telah mengusir dari rumah kami di dunia, namun kami berharap janganlah Engkau mengusir kami dari rumahMu kelak di akhirat”.
Kemudian ia pun berangkat untuk menemui wanita istri perusahaan roti itu, sesampainya disana, ia mengutarakan keinginannya pada wanita itu,
“Sungguh, suamiku saat ini tengah lapar, untuk itu perkenankanlah aku meminjam roti kepadamu”.
“Menjauhlah dariku secepatnya supaya suamiku tidak melihatmu, untuk bisa mendapatkan roti, kamu supaya menyerahkan gelungan rambutmu kepadaku”. Jawab wanita itu.
Dewi Rahmah memiliki 12 buah gelungan melembreh ke tanah, indah dan bagus serupa dengan yang ditemukan oleh Nabi Yusuf pada Siti Zulaikhoh.
Wanita istri perusahaan roti pun datang dengan gunting untuk memotong gelungan rambut Dewi Rahmah, kemudian di tukarkan dengan empat potong roti.
Dewi Rahmah merasa bersalah dengan tindakannya itu, dalam hatinya mengatakan... “Ya Alloh, tindakanku ini semata-mata berbakti kepada suamiku untuk memberi makan nabiMu dengan menjual gelunganku”.
Setelah tiba di rumah, Nabi Ayyub melihat roti segar di tangan istrinya, beliau pun menaruh perhatian dan menyangka jangan-jangan istrinya telah menjual dirinya, “Hai istriku, kamu bisa membeli beberapa potong roti dapat uang darimana?”, Demi Alloh, jika Alloh memberiku kesembuhan, aku akan memukul dirimu sebanyak 100 kali”.
Dewi Rahmah tidak menjawab dengan kata-kata, ia membuka kerudungnya dan memperlihatkan pada Nabi Ayyub, rambutnya habis dijual untuk membeli makanan.
Sambil meneteskan air mata Nabi Ayyub mengadu kepada Alloh,
“Ya Alloh, telah lenyap upayaku hingga mencapai suatu masalah bahwa seorang istri nabiMu telah menukarkan rambutnya untuk membelanjai diriku”.
Sambil memotong roti dan menyuapi Nabi Ayyub, Dewi Rahmah sedikit menghibur pada suaminya, “Hai suamiku, kini janganlah bersedih, sebab rambutku dapat tumbuh lebih bagus daripada yang semula”.
Sekujur tubuh Nabi Ayyub penuh dengan penyakit, sampai banyak ulat-ulat yang memakan dirinya, setiap ulat jatuh dari tubuhnya, beliau pun mengambil dan mengembalikannya ketempat semula pada dirinya sambil mengatakan, “Makanlah pada apa-apa yang telah di rizkikan oleh Alloh kepadamu”.
Daging pada tubuhnya sudah pada habis dimakan ulat-ulat itu, sehingga kelihatan tulang-tulang, urat dan sarafnya. Ketika matahari terbit menyinari, tembuslah sinarnya dari tubuh bagian depan sampai punggungnya. Yang tersisa hanyalah hati dan lesan, sebab hatinya tidak pernah sepi selalu bersyukur kepada Alloh dan lesannya pun selalu berdzikir kepada Alloh. Keadaan sakit seperti itu beliau terima dengan sabar dan tawakal serta tidak mengeluh sedikitpun selama 18 tahun.
Pada suatu hari Dewi Rahmah berkata kepada Nabi Ayyub,
“Engkau seorang Nabi yang terhormat di sisi Tuhanmu, alangkah baiknya jika engkau memohon kepada Alloh agar menyembuhkan penyakitmu..”.
“Sudah berapa tahun masa senang kita..?” tanya Nabi Ayyub
“Sudah 80 tahun”. Jawab istrinya
“Sungguh malu rasanya jika aku berdo’a kepada Alloh, mengingat cobaan yang telah menimpa diriku belum seberapa dibandingkan dengan kesehatan dan kesenangan yang selama ini aku rakasakan”. Sahut Ayyub.
Waktu terus bergulir, sakit yang diderita Nabi Ayyub tidak semakin membaik, dan ketika tiada lagi daging pada tubuhnya yang layak dimakan, maka ulat-ulat pun saling memakan pada sesamanya, hanya tersisa dua ekor ulat yang selalu mencari sisa-sisa daging pada tubuh Nabi Ayyub dan tidak menjumpai daging sedikit pun. Salah seekor ulat yang sampai ke hati dan memakannya, sedangkan seekor lainnya sampai ke lesan dan mengigitnya pula.
Pada saat itulah Nabi Ayyub berdo’a kepada Alloh,
“Ya Alloh, sesungguhnya aku telah mendapat cobaan yang berat, dan sesungguhnya Engkau maha Pengasih dari segala pengasih”.
Do’anya Nabi Ayyub bukan berarti keluh kesah dan bukan berarti pula menyimpang dari golongan orang-orang yang bersabar. Kesedihan Nabi Ayyub bukan akibat harta dan anak-anaknya yang musnah binasa, namun rasa takut terhenti dari bersyukur dan berdzikir kepada Alloh. Dan seolah-olah beliau berdo’a, “Ya Alloh, sabarkanlah hatiku dalam menerima segala ujian dariMu sepanjang hati terus mencintaiMu dan lesan berdzikir kepadaMu, jika keduanya telah lenyap dariku, berarti terhentilah cintaku dan dzikirku kepadamu dan aku bukan tergolong orang yang bersabar”.
Kemudian Alloh menjawab,
“Hai Ayyub, kamu tidak usah bersedih sebab lesan, hati, ulat, sakit semua adalah milikku. Sungguh 70 orang Nabi telah menuntut ujian macam ini dariku, namun engkaulah yang Kupilih, untuk menambah kemulyaanmu disisiku. Dan ini bagimu hanyalah cobaan bentuk lahir saja”.
Kesedihan Ayyub saat hati dan lesannya digerogoti ulat, sebab ia senantiasa tafakkur dan berdzikir pada Allah. Akhirnya kedua ekor ulat itu pun dijatuhkan oleh Allah dari tubuhnya, seekor menjadi lintah di air yang dapat dibuat menyembuhkan orang sakit, sedang seekor lagi jatuh di darat berubah menjadi lebah yang juga madunya dibuat obat bagi manusia.
Kemudian Jibril datang dengan membawa dua buah delima surga, begitu melihat Jibril datang Nabi Ayyub langsung bertanya,
“ Hai Jibril, masih ingatkah Alloh kepadaku?”
“Tentu, bahkan Alloh kirim salam kepadamu dan menyuruh supaya engaku makan dua delima ini, nanti penyakitmu bisa sembuh, daging dan tulangmu bisa pulih kembali”. Jawab Jibril
Sesudah makan bua delima, Jibril berseru, “Hai Nabi Ayyub. Berdirilah dengan izin Alloh.”
Setelah Nabi Ayyub berdiri dengan tegak, Alloh memerintahkan kepada Nabi Ayyub, “Hai Ayyub, pukullah bumi dengan kakimu”.
Nabi Ayyub menuruti perintahnya Alloh, beliau memukul bumi dengan kaki kanannya, seketika itu keluarlah air hangat dari dalam tanah kemudian beliau mandi dengan air tersebut. Berikutnya beliau memukul bumi dengan kaki kirinya, seketika itu keluarlah air dingin yang dapat diminum olehnya. Dengan keajaiban Tuhan, segalah penyakit yang diderita Nabi Ayyub lenyap, tubuhnya menjadi lebih bagus dari yang semula, mukanya bersinar melebihi cahaya bulan.
Firman Alloh,
“Lalu Kami perkenankan do’anya dan Kami lenyapkan penyakit berbahaya pada dirinya, dan Kami datangkan kepadanya seluruh keluarganya semisal mereka, sebagai rahmat dari sisi Kami dan sebagai peringatan bagi orang-orang yang beribadah”.
Semua anak-anak Nabi Ayyub meninggal dunia, setelah beliau sembuh dari sakitnya, Alloh menghidupkan anaknya dan menambah anak semisal dengan jumlah anaknya yang meninggal, yaitu tujuh orang laki-laki dan 7 orang perempuan sehingga jumlah seluruhnya menjadi 28 orang.
Kini Nabi Ayyub bisa berkumpul kembali dengan keluarganya dan merasakan kebahagiaan yang telah lama hilang. Setelah itu Nabi Ayyub mengambil dahan ranting kecil sebanyak seratus batang, lalu diikat menjadi satu. Dewi Rahmah dipukulnya sekali untuk menghilangkan sumpahnya ketika marah kepada istrinya beberapa waktu lalu. Selanjutnya mereka hidup bahagia serta menurunkan Nabi-nabi dibelakang hari.
Demikian kisah ketabahan seorang Nabi yang menderita penyakit koreng di sekujur tubuh selama 18 tahun. Ini sebagai contoh bagi orang-orang yang beribadah, supaya mereka tahu bahwa setiap orang yang menetapi barang haq pasti mendapat cobaan, dan supaya tahu tentang ujian terberat adalah bagi para Nabi, kemudian para kekasih Alloh, selanjutnya orang-orang yang semisal mereka. Untuk itu, petiklah dari mereka, baik dalam hal amaliyah ataupun sikapnya yang penuh kesabaran. Dengan ini pula dapat diketahui bahwa, “JALAN MENUJU ALLOH/KE AMALIYAH YANG BAIK ADALAH LEBIH DEKAT DIBANDING PEMBERIAN YANG BAIK”.

Senin, 21 Maret 2011

Bengkel Motor Simpan 60 Kg Shabu dan Ribuan Ekstasi


Penggerebekan terhadap bengkel motor Yamaha Shavarus Gemilang Motor di Jl. Regency i Perum Wisma Harapan Blok C1 Kel. Gembor Kec. Periuk Kota Tangerang - Banten ini dilakukan oleh petugas kepolisian dari Direktorat Narkoba Mabes Polri dibantu pasukan Brimob dari Satuan Dua Pelopor Kedung Halang, Bogor, Jawa Barat.

Tidak ada perlawanan dalam penggerebekan yang dipimpin langsung Direktur Narkoba Mabes Polri, Brigjen Pol Arman Depari di bengkel yang diduga dijadikan tempat penyimpanan narkoba. Selain mengamankan 3 karyawan bengkel dan seorang kurir, di bengkel ini polisi juga menemukan narkoba jenis sabu seberat 60 (enam puluh) kilogram serta 40 (empat puluh ribu) butir pil ekstasi jenis happyfive yang tersimpan dalam dua koper besar disebuah ruangan lantai dua.

Direktur IV Narkoba Mabes Polri, Brigjen Pol Arman Depari mengatakan, barang bukti narkoba yang ditemukan di bengkel ini senilai 14 milyar rupiah. Terungkapnya kasus ini setelah selama satu bulan polisi melakukan pengejaran terhadap anggota sindikat narkoba dari Aceh hingga Jakarta.

Sindikat narkoba ini dikendalikan oleh seorang narapidana berinisial FE yang saat ini mendekam di LP Salemba, Jakarta Pusat. Hingga kini polisi masih mengembangkan keterkaitan sindikat narkoba ini dengan jaringan narkoba internasional lainnya. Untuk proses penyelidikan, bengkel yang diduga selama ini dijadikan tempat penyimpanan narkoba masih dalam pengawasan petugas.